By:Farhan bashori hasan
Pendahuluan
Layaknya kapal yang pasti bertemu dengan
badai, bagaikan penghujan yang pasti menjumpai kemarau, begitu pula pernikahan
pasti ada kata tak sepakat ditengah-tengah keharmonisan, pertengkaran bahkan
cerai yang sering dianggab sebagai akhir dari sebuah hubungan. Namun masih ada
solusi yang bisa mencegah kata talak terucap tanpa harus bersusah-susah menuju
pengadilan yang memberikan solusi terbaik agar ikatan perkawinan
dapat dipertahankan. Pembicaraan dan kemunikasi suami isteri adalah langkah
awal yang baik, minimal untuk mencari dan menyikapi titik awal untuk menemukan
puncak perselisihan suami isteri. Namun demikian terkadang pembicaraan dua arah
suami isteri tidak dapat menyelesaikan perselisihan. Pihak ketiga perlu
dijadikan pertimbangan untuk membantu penyelesaian sengketa sumai isteri itu.
sesuai dengan Firman Allah QS An Nisa ayat 35 yang telah memerintahkan bahwa
jika dikhawatirkan ada persengketaan antara keduanya (suami isteri), maka
kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
(mediator) dari keluarga perempuan. Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa
salah satu cara menyelesaikan perselisihan/persengketaan antara suami isteri,
yaitu dengan jalan mengirim seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah
pihak untuk membantu menyelesaikan perselisihan tersebut.
Cara
tersebut biasa dikenal dgn alternatif penyelesaian
sengketa perceraian di luar pengadilan dan hal ini yang akan saya kupas dengan tuntas
dalam makalah ini, untuk memenuhi tugas di semester II ini juga sebagai
tambahan pengetahuan bagi para pembaca terutama saya sendiri-red penulis.
A. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Daripada
terjebak dalam pusaran perdebatan yang tak berkesudahan di ruang sidang, di
mana argumen saling beradu dan ego sering kali mengaburkan esensi dari
permasalahan yang sejatinya perlu diselesaikan, pasangan dapat memilih jalan
yang lebih damai dan penuh kebijaksanaan. Ada cara yang lebih lembut untuk
menyusun akhir dari kisah yang telah berjalan sekian lama—jalan yang tidak
dipenuhi ketegangan dan perseteruan, tetapi justru membuka ruang bagi dialog,
pengertian, dan penyelesaian yang lebih solutif serta bersahabat.
Dengan memilih
pendekatan yang lebih bijaksana, pasangan dapat merajut kembali komunikasi yang
sempat terputus, mencari titik temu yang adil bagi kedua belah pihak, serta
memastikan bahwa meskipun perjalanan bersama berakhir, hubungan tetap dapat
dijaga dengan baik. Mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau bahkan musyawarah
keluarga menjadi pilihan yang memungkinkan perpisahan terjadi tanpa harus
meninggalkan luka yang dalam dan berkepanjangan.
Karena pada akhirnya, sebuah akhir yang
baik bukanlah tentang siapa yang menang dalam persengketaan, tetapi tentang
bagaimana kedua hati yang pernah menyatu dapat berpisah dengan elegan—dengan kesadaran
bahwa di balik perbedaan, selalu ada cara untuk tetap menghargai dan
menghormati satu sama lain. Karena kemenangan sejati bukanlah yang mengalahkan
melainkan perdamaian dan kasihsayang.
1. Mediasi: Menemukan Jalan Tengah
Mediasi menjadi jembatan bagi pasangan
untuk berdialog secara terbuka dengan bantuan mediator profesional. Tanpa
tekanan persidangan, pasangan bisa bernegosiasi tentang hak asuh anak,
pembagian aset, hingga tunjangan, dengan suasana lebih kondusif dan penuh
pertimbangan.
2. Negosiasi: Kesepakatan yang Berdaya
Ada kekuatan dalam komunikasi langsung.
Melalui negosiasi, pasangan dapat merumuskan solusi yang paling menguntungkan
tanpa perantara, membangun kesepakatan yang lebih fleksibel dan personal.
3. Arbitrase: Keputusan yang Mengikat
Jika dibutuhkan keputusan final tanpa
harus masuk ke meja hijau, arbitrase bisa menjadi alternatif. Pihak ketiga yang
ditunjuk akan menimbang berbagai aspek dan memberikan keputusan yang harus
ditaati oleh kedua belah pihak.
4. Konseling & Pendekatan Holistik
Perceraian bukan sekadar memisahkan dua
individu—ada luka emosional yang perlu diperhatikan. Konseling dari psikolog
atau penasihat keluarga dapat membantu pasangan mengurai emosi, menyusun
kembali hidup, serta tetap menjaga hubungan baik demi anak-anak mereka.
B. Manfaat
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
1.
Lebih Cepat & Efisien
Tidak perlu
terjebak dalam birokrasi yang berbelit-belit.
2.
Privasi Terjaga
Tidak ada drama
persidangan yang terbuka untuk umum.
3.
Minim Konflik & Stres
Lebih fokus pada
solusi daripada perselisihan.
4.
Keputusan yang Fleksibel & Adil
Pasangan bisa
menentukan kesepakatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, tanpa batasan hukum
yang kaku.
5.
Menjaga Hubungan Pasca-Perceraian
Terutama jika ada anak yang masih membutuhkan
keterlibatan kedua orang tua.
C.
Tantangan dan
Cara Mengatasinya
Meski terdengar ideal, penyelesaian di luar pengadilan
tetap memiliki hambatan. Kadang, ego bisa menghalangi proses mediasi, atau ada
pihak yang merasa dirugikan dalam negosiasi. Untuk itu, diperlukan sikap
terbuka, profesionalisme mediator, dan komitmen untuk menghormati kesepakatan
yang dibuat.
kesimpulan
Perpisahan
bukanlah tentang kehilangan, tetapi tentang menemukan jalan baru yang lebih
tenang bagi kedua belah pihak. Perceraian, yang sering kali dianggap sebagai
pertarungan penuh luka, sebenarnya bisa ditempuh dengan cara yang lebih
damai—tanpa amarah yang membakar, tanpa dendam yang mengakar.
Daripada
membiarkan konflik menguasai hari-hari terakhir sebuah hubungan, pasangan dapat
memilih untuk menyelesaikan perpisahan dengan kepala dingin dan hati terbuka.
Dalam keheningan mediasi, dalam kelembutan konsiliasi, dan dalam kebijaksanaan
musyawarah keluarga, terdapat ruang untuk memahami bahwa meski cinta telah
memudar, hormat dan kebaikan tetap bisa dijaga.
Karena
kedamaian bukanlah tentang menyerah atau menghindar, melainkan tentang menerima
dan melepaskan dengan ikhlas. Tidak semua yang berakhir harus meninggalkan luka
yang tak tersembuhkan—kadang, sebuah perpisahan yang dijalani dengan kedewasaan
justru membuka jalan bagi kebahagiaan yang baru.
Komentar
Posting Komentar